Sabtu, 17 Maret 2012

Cinta Itu Menyembuhkan

di 3/17/2012 10:54:00 PM
Alya mematut dirinya di depan cermin, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kali ini ia lebih mencondongkan wajahnya ke cermin, mengamatinya sekali lagi dengan seksama. Ia menyentuh pipi, kening, dan sesekali merapikan rambutnya. Kemudian ia mengambil ponselnya dan membuka galery photo. Ia melihat photo dirinya bersama teman-temannya yang diambil dua hari yang lalu di acara pernikahan salah satu teman semasa kuliahnya. Kemudian ia mulai membandingkan penampilan dirinya dengan teman-temannya.

“Apa yang salah, sih? Emang salah gue gitu, kalau muka gue nggak boros?” gumamnya. Ia mendengus kesal dan menghempaskan dirinya ke ranjang. Matanya menerawang dan teringat kembali kejadian dua hari yang lalu.

“Eh si Alya, lama nggak ketemu..Kok nggak berubah, tetep aja kayak dulu ya?” kata Icha, temannya.“Iya, Cha..hehe” jawab Alya sambil nyengir. Dalam hatinya ada rasa senang sekaligus kesal. Senang karena merasa masih kelihatan lebih muda dibanding dengan teman-temannya yang lain yang tampak lebih tua, ini artinya ia awet muda. Tapi lama-lama dirinya merasa kesal juga karena hampir tiap bertemu, mereka selalu mengatakan hal yang sama. Ia tidak tahu lagi cara membedakan mana yang pujian, dan mana yang celaan. “Iya Al, lo imut, sih” temannya yang lain ikut berkomentar. Kali ini, Alya hanya tersenyum kecil.

Saat sedang mengobrol, tidak sengaja mata Alya melihat Ray--lelaki yang dulu pernah singgah di hatinya. Ia enggan untuk menampakkan diri, apalagi untuk menyapanya. Tapi hal itu sungguh tidak bisa ia hindari. Ray melihatnya...dan menghampirinya. Alya pun cenderung pasif untuk terlibat percakapan dengannya. Ada sisa luka yang tiba-tiba menguap begitu saja, tanpa ia sadari. Padahal ia telah berusaha untuk mengubur luka itu dalam-dalam, tiga tahun ini. Dan ia merasa cukup berhasil melupakan kenangan itu, sampai akhirnya ia harus bertemu lagi dengannya--hari ini. Ia merasa ingin cepat-cepat pulang dan menghilang.

Tanpa sadar, ia teringat saat dirinya dan Ray masih dekat dan menjalin hubungan baik--dulu. Mereka terlibat hubungan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Saling menjaga dan menyayangi satu sama lain tanpa pernah ada kata yang seharusnya diucapkan oleh dua orang yang memang saling mencinta—sebuah pengakuan cinta. Tapi kenyataannya, mereka hanya sepasang sahabat yang saling mencinta dalam diam. Beberapa teman menyebutnya sebagai “complicated-relationship”. Dan Alya menyebutnya; hubungan yang menggantung. Klise.

Hubungan mereka terus berlanjut seperti itu, hingga Ray, tanpa sepengetahuan Alya, menjalin hubungan dengan gadis lain. Ray mengenalkan gadis itu sebagai tunangannya. Seketika hati Alya hancur. Ray; sahabat yang ia sayangi sekaligus ia cintai, tidak pernah bercerita mengenai hal ini. Padahal selama ini hampir tidak ada rahasia di antara mereka.

“Oh, jadi ini temen yang sering kamu ceritain ke aku, Say..” kata gadis itu, saat dikenalkan dengan Alya. “Wah, beneran masih kelihatan imut, ya..Beda banget sama kamu, Say. Muka kamu boros banget, hahaha..” katanya lagi, dengan gaya sok akrab yang tentu saja, sedikit menyinggung perasaan Alya. Ia hanya tersenyum kecil menanggapi komentar gadis itu. Ray menyikut lengan gadis itu. Ray tahu, Alya paling sensitif tentang hal yang menyangkut fisiknya yang memang tergolong kecil mungil.

Beberapa hari kemudian, Alya tidak sengaja bertemu dengan salah satu teman dekat Ray. Ia bercerita bahwa Ray sebenarnya mencintai Alya, tapi ibunya tidak menyetujuinya, hanya karena penampilan Alya yang childish. Ibunya berpikir bahwa Alya tidak cukup dewasa untuk bersama anaknya. Dan Ray bingung harus memilih siapa. Ia tergolong tipe penurut dan sangat menyayangi ibunya. Ia hampir tidak pernah membantah perkataan ibunya, walaupun harus mengorbankan perasaannya sendiri. Dan Ray akhirnya memilih untuk menghindar dari Alya dan membuka hatinya untuk yang lain. Alya terdiam mendengar cerita temannya itu. Lukanya semakin bertambah. Bagaimana mungkin, seseorang hanya dinilai dari wajah dan penampilannya, tanpa terlebih dulu mencoba untuk mengenalnya. Sejak itu, hubungannya dengan Ray merenggang. Dari yang selalu, menjadi sering, lalu jarang...dan kemudian tidak sama sekali. Mereka hanya berhenti bicara.

***

Mata Alya masih menerawang ke langit-langit kamar. “Berarti emang bukan jodoh”, gumamnya. Alya tersenyum sendiri dan kemudian memandangi suaminya yang masih tertidur pulas di sampingnya. Cinta lelaki inilah yang telah menyembuhkan lukanya, juga cinta mertuanya. Mereka tidak pernah mempermasalahkan penampilan Alya. Mereka bilang, itu hanya soal penampilan. Cinta itu menyembuhkan. Menyembuhkan segala luka. Menyembuhkan rasa tidak percaya dirinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Danie's Microcosm Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei