Setelah
beberapa saat berjalan, aku memilih untuk duduk di sebuah kursi dan menikmati
beberapa jajanan yang tadi sempat kubeli. Kuedarkan pandanganku, mengamati
orang-orang yang berlalu lalang di sepanjang jalan ini. Tampak segerombolan
anak muda yang sibuk mengarahkan knop lensa kameranya, membidik segala macam
obyek yang menarik, beberapa pasangan yang berjalan berpegangan tangan, juga
anak-anak kecil yang berlarian. Semua terlihat bahagia.
Entah
bagaimana, tiba-tiba sekelebat bayanganmu muncul begitu saja dalam ingatanku.
Rasa perih sekaligus rindu, kompak memenuhi pikiranku. Aku menggeleng-gelengkan
kepalaku, mencoba mengusir kamu dari dalam otakku. Iya, kamu harus segera enyah
dari ingatanku. Tapi kamu tahu kan, rindu bisa saja muncul sewaktu-waktu tanpa
pernah kita mau. Semakin aku memaksa untuk mengusirmu, semakin kerap kamu
datang menghampiriku.
Aku
mengutuk diriku sendiri. Bagaimana mungkin aku begitu mudah terperdaya
kata-kata manismu. Bagaimana mungkin aku begitu saja jatuh cinta padamu. Sampai
sebelum akhirnya, seorang perempuan muda berparas manis tiba-tiba menghubungiku
dan ingin bertemu denganku. Dia mengaku bahwa dia adalah istrimu. Aku terkejut
bukan main, kepalaku berat, dan tiba-tiba segalanya terasa gelap. Kamu tahu,
kini aku benar-benar membencimu!!
Aku
menghela nafas panjang. Kuteguk pelan teh botolku. Aku mengedarkan pandanganku
lagi, mencoba mengusir lamunanku. Tanpa sengaja mataku menangkap bayangan yang
tak asing bagiku, sosok yang begitu kukenal. Iya, itu kamu!
Satu
detik, dua detik, tiga detik, mataku tak berkedip, aku terpaku menatapmu. Jantungku
berdegup kencang. Kucoba mengatur nafasku yang mulai tak beraturan. Aku menggeser
dudukku, berusaha agar tak tertangkap matamu. Aku memandangimu dari jauh,
diam-diam.
Sesaat
sebelum aku akan beranjak berdiri, perempuan yang menemuiku saat itu muncul
dari ballik punggungmu, mengurungkan
niatku untuk membuat perhitungan denganmu, dan mungkin akan mendampratmu
habis-habisan. Iya, setelah kejadian waktu itu, kamu seperti hilang ditelan
bumi, menghilang begitu saja tanpa pernah meminta maaf padaku.
“Ayah,
aku mau mainan itu,” tiba-tiba terdengar suara anak kecil merengek manja dan
menarik-narik celanamu. Kamu menoleh ke arah suara itu, tersenyum dan merengkuh
anak kecil itu dan menggendongnya di pelukanmu---seorang gadis kecil berusia
sekitar dua tahun dengan baju berwarna pink dan rambut yang dikuncir lucu. Lalu,
perempuan disampingmu ikut tersenyum dan mengecup gadis kecil itu. Aku melihat
kalian bertiga tertawa. Tampak bahagia.
Tanpa
sadar bulir kecil menetes dari sudut mataku. Bagaimana mungkin aku tega merusak
kebahagiaan yang kulihat sekarang ini. Aku segera menyeka air mataku. Tiba-tiba
perasaan lega muncul dalam hatiku. Perasaan
yang aku yakin, kelak akan mengobati lukaku. Dan senyum itu---senyum yang tak
pernah kulihat sebelumnya, biarkan tetap seperti itu.
Aku
beranjak dari kursiku, melanjutkan acaraku menikmati sore hingga menjelang malam di sepanjang jalan
Braga---dengan senyuman.*
Ditulis untuk #15HariNgeblogFF2
Day: 5
Ditulis untuk #15HariNgeblogFF2
Day: 5
0 komentar:
Posting Komentar