Aku
sangat menyukai teh. Panas ataupun dingin. Hampir setiap hari aku meminumnya. Secangkir teh yang kunikmati setiap paginya mempunyai
rasa yang khas, yang belum pernah kutemui di tempat lain---teh buatan ibuku. Kau tahu kan, makanan atau minuman yang
dibuat ibumu selalu jadi nomor satu. Dan aku sangat menyukai teh buatan ibuku.
Bukan hanya aku yang menyukai teh buatan Ibu, tapi beberapa temannya, temanku,
dan saudara kami. Dan Ibuku mengajariku membuatnya; tentu saja dengan teknik
khususnya.
Akan
lebih nikmat jika kau menikmati secangkir teh bersama dengan orang yang kau
sayangi, ditemani dengan snack atau biskuit sambil menikmati senja yang
menuangkan semburat jingganya. Dengan bercengkerama atau dengan menonton
televisi yang kadang acaranya sedikit membosankan.
Seperti
saat ini, sore ini. Aku membuat dua cangkir teh; untukku dan untukmu. Aku juga
membuatkan pisang goreng, kesukaanmu. “Yang
paling mantap tuh, sore-sore gini minum teh, camilannya pisang goreng,”
ujarmu kala itu. Sejak itu, setiap kita mempunyai waktu luang, aku selalu
membuatkannya untukmu. Iya, karena kesibukan kita masing-masing, kita menjadi
jarang menghabiskan waktu bersama. Kita jarang menikmati keajaiban alam
kesukaan kita; senja yang jingga. Dan kamu, adalah penggemar pertama teh
buatanku.
Hingga
detik ini, akhirnya kita bisa menikmati waktu favorit kita---senja, berdua, di
beranda belakang rumah. Kita duduk berdampingan di kursi. Sesekali kau
merangkulkan tanganmu, dan mengecup keningku. Berbagi cerita tentang rutinitas
kita yang terkadang membosankan. Dengan hanya begitu, beban pikiranku jadi
sedikit berkurang.
Namun,
secangkir tehmu masih utuh. Sepiring pisang goreng kesukaanmu juga belum kau
sentuh, hingga keduanya menjadi dingin. Sementara aku, masih dengan secangkir
teh yang juga masih utuh di tanganku. Diam.
“Ma, ayo..katanya mau main rumah-rumahan sama
Adek?” Nayla,
putri semata wayangku menarik-narik lengan bajuku. Aku kaget dan tersadar dari
lamunanku. Tak terasa air mataku mengalir. Ternyata aku masih saja terus
merindukannya, hingga hari ini, detik ini. Aku seperti orang gila yang tanpa
sadar berbicara sendiri dan hanya bisa memeluk
bayangannya---suamiku, yang hari ini tepat satu tahun sejak kecelakaan yang merenggut nyawanya.*
0 komentar:
Posting Komentar